Rabu, 03 Maret 2010

Rapat Century

Wah, pusingnya ngurus yang satu ini. Awalnya biasa aja, tapi kemudian semakin tidak terkendali. Aduh, kita pula yang dibikin pusing. Akibat ulah si Century itu pula, Bapak tegap menghadang di depan pintu bersenjata rotan semeter. Tak lupa Ibu bertengger di samping jendela plus sepotong ikan asin bakar. Dan aku, tentu saja bertengger di kamar mandi. Yang penting kami siap bersatu, mencari tahu dimana keberadaan si Century itu sekarang.

Awalnya kami anggap kelakuan Century biasa aja. Lari kesana-kemari. Menggelindingkan beberapa tempat sampah di depan tetangga, sesekali menggaruk cat tembok rumah Pak Kaji, ikut bermain bola bekel dengan Sinta dan Usy meski cuman bisa menampik dan mengejar saja. Semua normal awalnya. Biasa saja. Nggak ada yang perlu dipikirkan.

Tapi lambat laun, semua menjadi tidak terkendali. Awalnya Pak Kaji datang kerumah dengan nada marah, cat tembok rumahnya mengelupas penuh tanda garukan dan meminta Bapak menggantinya. Siangnya Sinta menangis termehek-mehek, bola bekelnya hilang, padahal bola itu buah pemberian nenek tersayang. Usy malah lebih parah, ayahnya mengadu sambil membawa parang, rumahnya hilang terseret bola bekel Sinta.

Malam bergati malam. Hari bertambah hari. Dan daftar laporan kami semakin menggunung. Ada laporan aki-aki kakinya terserempet Century. Balita yang kehilangan kaos kaki. Pandu putranya Pak Putra yang mimisan cendol terus, padahal hal itu tindakan paling tabu di keluarganya. Anton pemilik rental yang mengaku tiba-tiba mobil-mobilnya mengecil. Kemunculan tiba-tiba ribuan ayam di rumah nenek Joko yang tidak bisa bersuara petok-petok. Gambar semua kotak di buku pelajaran anak-anak SD yang berubah menjadi lingkaran. Atau laporan dari perusahaan otobus, colt kecil antar kota dalam kabupaten yang tiba-tiba berubah menjadi bus kota lintas dimensi. Dan semua bersepakat : penyebabnya si Century. Itu pasti.

Kami semakin tidak mengerti. Akhirnya Bapak mengajukan rapat khusus membahas Century ini. Semua keluarga dihadirkan, semua warga diundang. Malam itu semuanya tegang, setegang muka Bapak dan Ibu.

Kami takut, takut masalah ini dikaitkan dengan masalah bank atau politik di tipi-tipi. Kebetulan namanya sama. Kami ingin masalah ini jadi cepet selesai, tanpa disangkut pautkan dengan apapun. Hanya murni masalah Century. Hanya Century. Bukan yang lain.

Tetua kampung menyatakan : baiklah kita tunggu saja. Kalau datang hari ini, berarti semua masalah beres. Kami anggap semua masalah selesai. Kami menganggapnya sebagai niat baik kalian. Dan semuanya bisa kita selesaikan bersama. Bagaimana, setuju?

Kami bersepakat dan menunggu.

Satu menit terasa lama. Lima menit. Aku berkeringat. Setengah jam. Ibu terasa ingin pingsan. Satu jam. Warga mulai gerah.

Tiba-tiba Century datang, menggeleyorkan tubuhnya dari arah samping kolam ikan depan rumah. Dan menelusupkan tubuhnya di atas tumpukan karung goni di pojok ruangan rapat. Cuek bebek tanpa permisi. Tidur mendengkur.

Meong-meong … (habis main dengan Sintaro-terj)

Bener-bener kucing yang nakal.

1 komentar: